Bicara tentang studi kasus kalbe dalam dunia kedokteran tentu sangat menarik!. Ada banyak cerita positif begitupun ada cerita yang kontroversial, seperti kasus anastesi kalbe farma yang diduga terjadi kelalaian dokter saat melakukan sign in. Sehingga tertukar antara buvanest spinal dan asam tranexamat di salah satu rumah sakit di karawaci tanggerang.
Diduga terjadi adanya human error dalam proses sign in saat dokter yang bertugas di RS Siloam akan melakukan proses anastesi buvanest spinal. Dugaan ini kuat, sebab produksi obat anastesi perusahaan PT kalbe farma dilakukan secara massal yang disebar pada berbagai rumah sakit di indonesia telah beredar dalam waktu yang cukup lama namun kasus kalbe yang terkiat ‘salah suntik’ obat anastesi ini justru hanya terjadi pada rumah sakit siloam di karawaci tanggerang yang notebanenya rumah sakit ber-standard Internasional. Dan Baru pertama kalinya terjadi.
Dalam studi kasus anastesi kalbe farma ini, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menyatakan pihak RS Siloam mendapat sanksi atas kasus obat Buvanest Spinal yang diproduksi PT Kalbe Farma. Sementara kalbe farma mendapatkan teguran / peringatan untuk kasus buvanest.
Nila juga meminta Dinas Kesehatan untuk lebih aktif kepada pihak rumah sakit. “Kami mendorong Dinas Kesehatan untuk lebih aktif dalam membina rumah sakit,” Masih menurut Menkes, kasus obat tertukar ini baru pertama kalinya terjadi oleh sebab itu kita perlu mengetahui duduk perkara dan kronologisnya.
Kronologis Studi Kasus Kalbe Farma, Tentang Anastesi
Proses analisa dan investigasi terhadap kasus kalbe dan siloam dilakukan berbagai pihak terkait seperti BPOM, menkes, perhimpunan dokter anastesi dan IDI. Investigasi dilakukan terhadap RS Siloam dan lini produksi kalbe farma.
Sebelum kita melangkah pada investigasi perlu kita mengenal komposisi buvanest spinal, kenapa penggunaan buvanest spinal diperlukan dan pada bagian apa obat anastesi tersebut dipergunakan hingga bagaimana produk kalbe farma (obat anstesi) tersebut diproduksi.
Obat Buvanest merupakan obat anastesi atau obat bius yang digunakan dalam proses pembedahan sedangkan spinal adalah bagian atau lokasi obat anastesi dilakukan injeksi. Terjadi proses sign in yang dilakukan dokter anastesi setiap akan melakukan proses injeksi. Berdasarkan kronologisnya terjadi kecurigaan kuat bahwa proses sign in dalam kasus anastesi kalbe dilalukan oleh dokter yang belum memiliki banyak pengalaman.
Menurut DPR, apabila proses injeksi dilakukan oleh mereka yang berpengalaman maka akan mudah diketahui berisi apa, obat injeksi yang disuntikan. Terlihat dari warna, kekentalan, hingga pola pola lainnya. Sehingga perbedaan antara obat buvanest dan asam tranexamat dapat terlihat lebih mudah.
Alhasil, dapat diduga kuat terjadinya human error untuk proses anastesi dalam kasus anatesi kalbe farma ini.
Sedangkan, pihak Kalbe Farma, kata Nila, tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan dengan label Buvanest Spinal, meskipun hingga saat ini obat yang telah diproduksi kalbe sejak november lalu tersebut tidak mengalami kasus serupa.
Meskipun sangat kecil kemungkinannya namun upaya preventif tetap dilakukan. “Dari inspeksi menyeluruh atau yang namanya inspeksi sistemik. Kami(BPOM) menginstruksikan kepada PT Kalbe Farma untuk menghilangkan potensi risiko, dengan membekukan proses produksi obat buvanest dan asam tranexamat selama kasus anastesi belum selesai.
“Kami minta Kalbe mengurangi potensi risiko. Perlu kehati-hatian dan review untuk memastikan tidak ada mix-up. Potensi kejadian mix-up dari investigasi kami adalah di area pengemasan sekunder,” ujarnya.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, kasus obat tertukar itu belum pernah terjadi dalam dunia kedokteran Indonesia selama ini. Berdasarkan keterangan Kepala Hubungan Masyarakat RS Siloam Lippo Village Heppi Nurfianto, setelah dokter menyuntikan obat dalam kemasan Buvanest Spinal, pasien merasa gatal lalu kejang-kejang. Kedua pasien yang meninggal tersebut menjalani operasi kandung kemih dan operasi sesar. Oleh sebab itu dugaan adanya human error cukup kuat adanya.
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago mengatakan, untuk kasus anastesi Kalbe Farma hasil investigasi Komisi IX menunjukkan adanya indikasi kelalaian yang dilakukan pihak RS Siloam. Dalam sidak yang dilakukan, ada kejanggalan di ruang operasi dan kurang telitinya dalam mengecek ampul obat. Dan, kata dia, standar pelayanan medis di RS Siloam terdapat potensi human error yang cukup besar.